Ilmu adalah hewan liar, maka ikatlah dia dengan tulisan<\marquee>

Rabu, 03 Agustus 2016

Makalah Sirah Nabi

BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
Nabi Muhammad SAW adalah Nabi yang menjadi suri tauladan seluruh umat manusia. Nabi yang pertama kali mengajarkan kita semua tentang islam. Sejarah kehidupan Nabi SAW pun tak dapat dipisahkan dari Al-Quran, karna justru Al-Quran sendirilah yang mengabadikan sejarah kehidupan beliau. Ayat-ayatnya berkaitan dengan itu bertebaran di berbagai surah. Oleh karena itu penting sekali kita sebagai umat islam mengetahui kehidupan Nabi SAW dari beliau remaja hingga diangkatnya beliau menjadi Nabi. Perangai Nabi yang luhur budi pekertinya, lembut tutur bahasanya dan sangat baik perilaku
serta pergaulannya sehingga semua kabilah menghormatinya dan menaruh kepercayaan kepadanya. Sifat beliau yang rendah hati, penyabar, sedikit berbicara dan lebih suka mendengarkan orang lain, semuanya itu menambah keanggunan dan kewibawaan beliau sebagai putra Abdul Muthalib. Kisah kehidupan Nabi bukanlah sekedar menjadi sejarah belaka bagi kita semua akan tetapi dari sana kita dapat mengetahui budi pekerti beliau, kita dapat mengambil pelajaran dari peristiwa yang terjadi pada masa kehidupan beliau untuk kita jadikan pedoman hidup kita. tanpa kita melihat sejarah kehidupan Nabi maka moralitas dan budi pekerti yang baik tidak akan dapat maju. Budi pekerti akan menjadi seperti orang-orang pada masa jahiliyah dan Ilmu agama tidak akan dapat berkembang.

2.    Rumusan Masalah

Bagaimana kehidupan Nabi ketika masih remaja?
Peristiwa apa sajakah yang terjadi sebelum Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Nabi?
Peristiwa apa sajakah yang mengisyaratkan kenabian Nabi Muhammad SAW?

3.    Tujuan Penulisan

Dalam makalah ini, kami membahas tentang kehidupan Nabi SAW dari masa remaja beliau hingga diangkatnya beliau menjadi Nabi. Agar kita semua dapat mengetahui peristiwa apa saja yang terjadi pada masa-masa tersebut dan supaya kita dapat mengambil pelajaran dari sejarah kehidupan Nabi dan dapat mencontoh sikap serta sifat Nabi dalam menghadapi dan menjalani hidup ketika terjadi peristiwa-peristiwa yang dialaminya.

4.      Manfaat penulisan

a.    Bagi penulis makalah ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih terhadap apa yang telah dibahas serta untuk memenuhi tugas makalah Sirah Nabawiyah.
b.    Bagi pembaca diharapkan dapat memberikan wawasan yang luas dalam  mengetahui bagaimana kehidupan Nabi SAW dari remaja hingga diangkatnya menjadi Nabi. Serta dapat mengambil pelajaran dari sejarah kehidupan Nabi Muhammad SAW,
c.    Bagi Kampus STFI Sadra diharapkan dapat diharapkan dapat memperkaya referensi buku yang ada dalam perpustakaan.






















BAB II
PEMBAHASAN

Hilf al-Fudul
Hilful Fudhul adalah persekutuan fudhul yang dibentuk untuk mencegah tindakan sementara kaum Quraisy yang saling berbuat zalim di Al-Haram (Ka’bah dan Areal Sekitarnya). Terbentuknya Hilful fudhul dipelopori oleh Abdullah bin Jid’an dan az Zubair bin Abdul Muthallib. Dua orang tokoh Quraisy itulah yang menyerukan terbentuknya persekutuan diantara semua orang yang menaruh kepedulian terhadap berbagai kezaliman.[1]
Dua puluh tahun sebelum kerasulan Muhammad, seorang lelaki tiba di mekah di bulan zulkaidah dengan membawa barang. Barang itu lalu dibeli Ash bin Wa’il, tapi ia tidak membayar menurut harga yang sudah disepakati. Lelaki itu melihat beberapa orang Quraisy sedang duduk di belakang ka’bah. Ia lalu mengeluh keras-keras serta membacakan sajak yang menggugah orang yang punya rasa harga diri. Zubair bin Abd al-Muthalib bengkit beserta beberapa orang lain-nya. Mereka berkumpul di rumah ‘Abdullah bin Jad’an dan membuat perjanjian serta  berikrar secara khidmat untuk memelihara persatuan dan bila mungkin menekan penindas untuk memulihkan hak-hak orang tertindas. Ketika upacar selesai mereka pergi kepada Ash bin Wa’il dan mengambil kembali barang yang dibelinya tanpa membayar itu, lalu mengembalikannya kepada si pemilik.
            Nabi ikut serta dalam perjanjian yang menjamin kesejahteraan orang tertindas ini. Beliau sendiri yang telah menyatakan keagungan perjanjian itu. Berikut adalah sabda beliau mengenai hal ini. “ di rumah Abdullah bin Jad’an, saya mengikuti perjanjian itu. Saat itu pun (yaitu sesudah kerasulannya), jika diundang ke perjanjian serupa, saya akan menghadirinya.” Yakni tetap setia pada perjanjian itu.[2]
Nabi Muhammad sebagai pengembala
Pada masa remaja rasulullah, ia tidak memiliki pekerjaan tetap. Menurut beberapa keterangan ahli sejarah rasulullah bekerja sebagai pengembala kambing di kalangan Bani Sa’ad dan juga di Mekah dengan imbalan uang beberapa qirath (bagian dari uang dinar). Kegiatan ini mengandung nilai usaha yang luhur, pendidikan rohani, latihan merasakan kasih sayang kepada kaum lemah, kemampuan mengendalikan pekerjaan berat dan besar, penyaluran udara murni yang bersih, dan memperkuat fisik. Lepas dari semua itu pekerjaan mengembala kambing adalah yang dilakukan oleh para nabi sebelumnya.
Diriwayatkan bahwa beliau pernah bersabda:” Setiap Nabi pasti pernah mengembalakan kambing.” Para sahabatnya bertanya:” bagaimana dengan engkau wahai rasulullah?” beliau menjawab: “ demikian pula aku”.[3]
 Katika masa paceklik yang meranda kehidupan Abu Thalib, ia menyuruh Muhammad untuk melamar pekerjaan kepada orang yang dermawan di kaum Quraisy, yaitu Siti Khadijah. Ibnu Ishaq menuturkan, Khadijah binti Khuwalid adalah seorang saudagar perempuan, keturunan bangsawan dan kaya raya. Dia biasa menyuruh orang-orang untuk menjalankan barang dagangannya, dengan membagi sebagian hasilnya kepada mereka. Pada waktu itu siti khadijah mendengar percakapn mereka, kemudian mengirim budaknya untuk menghubungi rasulullah saw. Pada usia dua puluh lima tahun rasulullah membawakan dagangan siti Khadijah ditemani oleh Maisarah, laki-laki pesuruh Khadijah. Dengan mengambil jalan padang asir kafilah itu pun berangkat menuju syam, melalui wadi al-Qura, madyan dan Diyar Samud serta daerah-daerah yang dulu pernah dilalui beliau bersama pamannya Abu Thalib.
Dengan kejujuran dan kemampuannya ternyata Muhammad mampu meperdagangkan barang-barang Khadijah, dengan cara yang lebih banyak menguntungkan dari pada yang dilakukan orang lain sebelumnya. Demikian juga dengan perangainya yang manis dan perassaanya yang luhur ia dapat menarik kecintaan dan penghormatan maisaroh kepadanya. Setelah dagangannya telah habis Muhammad segera pulang ke Mekah untuk melaporkan perjalanannya kepada Khadijah, yang pada saat itu sedang menunggu melihat rombongan kafilah dagangnya datang. Muhammad menceritakan perjalanannya dengan fasih kepada Khadijah, disusul setelah itu Maisarah yang bercerita juga tenyang Muhammad, betapa halus wataknya, betapa tinggi budi pekertinya. Hal ini menammbah pengetahuan Khadijah tentang pemuda ini disamping pengetahuan sudah diketahuinya tentang pemuda Mekah yang besar jasanya itu.
Dalam waktu singkat kekaguman khadijah itu berubah menjadi cinta- pada usianya yang keempat puluh tahun ini ini berhasrat untuk menikah dengan pemua ini- setelah banyak menolak lamaran kafilah-kafilah Arab yang terkemukan.
Pernikahan Rasulullah SAW dengan Khadijah binti Khuwailid
Khadijah binti Khuwailid adalah seorang wanita berpendirian teguh dan tegas. Ia sangat dihargai oleh warga kota Mekkah lantaran karakternya yang patut diteladani serta kemampuannya mengorganisasi. Ia seorang janda berusia 40 tahun (riwayat lain 28 tahun), hartawan dan berasal dari keturunan yang terhormat di kalangan Quraisy.
Tatkala Nabi berusia 25 tahun, paman sekaligus pengasuhnya, Abu Thalib memperkenalkanya kepada khadijah dan meminta khodijah untuk menunjuk Muhamad sebagai agenya dalam salah satu kafilanya yang hendak pergi ke syam. Dan memang pada saat itu khadijah sedang memerlukan agen. Akhirnya ia pun menerima bahwa Muhammad sebagai agennya. Kemudian muhammad langsung memimpin kabilah Khadijah yang hendak berdagang ke Syam bersama dengan budak milik Khadijah yaitu Maisyaroh yang menemani dan menjadi pembantu yang melayaninya.
Sepulangnya Muhammad dari Syam membawa hasil dagang yang jauh melebihi yang diharapkan. Khadijah melihat Muhammad sangat amanah dalam mengelola dagangnya. Selain itu budak lelaki Khadijah yaitu Maisaroh mengabarkan kepadanya mengenai pembawaan Muhammad yang lembut, jujur, mempunyai sifat yang mulia, ketajaman berpikir dan amanah. Kemudian khadijah selalu melibatkan Muhammad dalam seluruh transaksi bisninsnya. Dan dari sanalah pendahuluan dari pernikahan antara muhammad dan khadijah.
Diceritakan dari Nafisah binti Munayyah bahwa karna keluhuran budi pekerti, kejujuran serta lembut bahasa Muhammad membuat khadijah menjadi tertarik kepadanya. Pada suatu hari khadijah mengirim saya untuk menemui Muhammad dan memberitahukannya bahwa jika beliau berkenan di hati, ia bersedia menikah dengan beliau. Kemudian saya pergi menemui Muhammad. Dalam pertemuan itu saya bertanya: “mengapa anda tidak beristri?” beliau menjawab: “aku tidak mempunyai sesuatu untuk dapat mempunyai istri. Kemudian saya katakan: “jika demikian keadaan anda, bagaimana jika ada seorang wanita yang cantik, kaya dan terhormat bersedia menjadi istri anda? Apakah anda mau menerimanya?. Beliau bertanya: “siapa dia?”. saya menjawab: “Khadijah binti Khuwailid”. Beliau bertanya lagi: “bagaimana bisa jadi”. Kemudian saya menjawab: “serahkan saja persoalanya dengan saya”. Beliau menjawab: “baiklah, aku bersedia”.
Kemudian saya segera menemui dan memberitahukan Khadijah bahwa Muhammad bersedia menjadi suaminya. Kemudian khadijah mengirim utusannya kepada Muhammad untuk memberitahukannya agar beliau datang tepat pada waktu yang ditentukan. Bersamaan dengan itu Khadijah meminta pamanya, Amr bin Asad, datang pada waktu yang sama untuk bertindak sebagai wali dalam pernikahanya.
Pada waktu yang telah ditentukan semua pihak datang ke rumah Khadijah. Abu Thalib hadir mengantar putra asuhannya, Muhammad dan sekaligus menjadi seorang saksi dalam pernikahan tersebut. Pada waktu itu khadijah menetapkan mas kawin berupa 12 ons emas dan 20 ekor onta. Yang kemudian tersedia berkat kedermawanan pamanya abu thalib.Akhirnya pernikahan berlangsung mulus dan tanpa kesulitan apapun.
Sebelum Khadijah menikah dengan Muhammad. Pada masa lalu Khadijah akan dinikahi oleh seorang pendeta Nasrani yang bernama Waraqah bin Naufal namun pernikahnnya tidak terjadi. Kemudian ia dinikahi oleh Halah yang nama aslinya adalah Hindun. Sementara riwayat lain mengatakan nama asli dari Halah bukanlah Hindun melainkan Malik bin an-Nibasy. Dari pernikahannya tersebut Khadijah mempunyai dua orang anak laki-laki yang diberikan nama hindun dan halah. Setelah bercerai dengan malik bin an-Nibasy Khadijah menikah dengan Atiq bin aid Al-Makhzumy. Dari pernikahan keduanya Khadijah mempunya seorang anak perempuan yang diberi nama Hindun.
Namun ada riwayat lain yang mengatakan, bahwa pernikahan Khadijah yang pertama bukan dengan Halah melainkan dengan Atiq. Kemudian setelah berpisah dari Atiq dan menjanda lama baru kemudian Khadijah menikah lagi dengan Muhammad.
Dari pernikahan Muhammad dengan Khadijah. Mereka dikaruniai empat orang putri dan dua putra yaitu Zainab, Ruqoyah, Fatimah, Ummi Kulsum, Abdullah dan Abdul Qosim.
Melerai Pertengkaran Quraisy Mengenai Penempatan Hajar Aswad
Pernikahan Muhammad dengan khadijah menambah tinggi kedudukan Muhammad di kalangan quraisy. Sejak lama  orang Quraisy telah mengenal baik Muhammad sebagai orang yang tak pernah berdusta, luhur budi pekertinya. Lembut tutur bahasa dan perilakunya. Semua kabilah menghormati dan menaruh kepercayaan kepadanya. Meskipun beliau memperoleh kedudukan terhormat. Namun beliau tetap dalam kesederhanaan dalam hidupnya. Beliau tetap bergaul dengan siapapun dan selalu berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.
Pada waktu itu masyarakat Quraisy sedang sibuk untuk melakukan perenovasian Ka’bah akibat banjir besar yang menimpa dan meretakkan dinding-dinding Ka’bah yang memaang sudah rapuh. Sebelum itu pihak Quraisy sudah memikirkan untuk itu sebelumnya karna bangunan Ka’bah pada waktu masih beratap langit (terbuka) yang sering menjadi sasaran pencuri untuk mengambil barang-barang yang berharga di dalamnya. Meskipun masyarakat Quraisy hendak memperkuat banggunan Ka’bah, pintunya ditinggikan dan diberikan atap, mereka masih merasa takut bahwa niat baik tersebut tidak direstui oleh dewa penjaga Ka’bah. Mereka takut jika hal tersebut tidak direstui oleh dewa penjaga Ka’bah akan murka dan menimpakan bencana kepada mereka.
Namun di tengah-tengah kejadian seperti itu. Sebuah peristiwa kebetulan terjadi. Bahwa sebuah kapal milik orang romawi yang bernama Baqum terdampar di pantai Hijaz, dekat Jeddah. Hingga kapalnya yang terbuat dari kayu itu pecah. Mendengar hal tersebut Al-Walid bin Al-Mughiroh berpikir alangkah baiknya jika kepingan kayu-kayu tersebut kita beli untuk memperbaiki Ka’bah. Sebenarnya Baqum adalah orang yang ahli bangunan yang mengetahui juga tentang perdagangan. Kemudian Al-Walid bin Al-Mughiroh bersama dengan orang-orang Quraisy pergi Jeddah untuk menemui Baqum. Akhirnya terjadilah kesepakatan antara Al-Mughiroh dengan Baqum. Serta diajaknya Baqum pergi ke Mekkah untuk membantu memperbaiki bangunan Ka’bah.
Perbaikan Ka’bah direncanakan dan diatur sebaik mungkin agar tidak menimbulkan perselisihan di kalangan Quraisy, karna masing-masing kabilah ingin menggarap bagian yang suci dianggapnya. Meskipun begitu mereka masih saja takut dan tidak berani untuk memperbaiki bangunan tersebut. Setelah ditunggu-tunggu tidak ada seorang pun yang tampil untuk memperbaikinya. Akhirnya Al-Mughirohlah orang yang pertama memelopori meskipun ia juga agak ketakutan. Kemudian ia maju kedepan untuk memohon restu kepada berhala-berhala pujaan mereka agar mereka tidak murka. Setelah itu Al-Mughiroh mulai membagi tugas pekerjaan agar tidak ada satupun kabilah Quraisy yang tidak terlibat dalam hal ini.  Tugas pekerjaan dibagi menjadi empat berdasarkan sudut bangunan Ka’bah itu sendiri.  namun masih saja tetap tidak ada yang berani untuk bekerja kecuali Al-Mughiroh yang mulai merombak di sudut bagian selatan. Mereka yang tidak berani hanya bisa melihat-lihat saja dan menunggu bencana apa yang akan menimpa. Mereka membiarkan Al-Mughiroh berkerja sendirian. Keesokan pagi harinya tidak terjadi apa-apa. Akhirnya mereka percaya bahwa dewa-dewa berhala mereka telah merestui perombakan tersebut dan timbullah keberanian mereka untuk membongkar Ka’bah. Dalam kegiatan tersebut Muhammad  ikut bersama pamanya yaitu Abas yang turut serta mengangkat batu.
Ada sebuah batu yang disebut “batu hijau” yang sukar dibongkar dan dipindahkan. Karna itu batu itu dibiarkan tetap berada di tempatnya untuk menjadi fondasi Ka’bah. Setelah tembok-tembok bangunan Ka’bah sudah diperbaiki dan ditinggikan hingga dua meter. Tibalah saatnya untuk pengembalian Hajar Aswad pada tempat semula di sudut timur. Timbullah perselisihan di kalangan Quraisy siapa yang seharusnya mendapat kehormatan untuk meletakkan batu itu di tempatnya. Karna perselisihan belum mereda dan makin memuncak hingga terjadilah perang saudara. Akhirnya Banu ‘Abdud Dar dan Banu Adi sepakat tak akan membiarkan Kabilah manapun ikut capur dalam kehormatan yang besar ini. Kemudian keluarga Abu Dar membawa wadah berisi darah untuk mengikrarkansumpah bersam sambil memasukkan tangan  ke dalam wadah tersebut. Karnanya sumpah itu dikenal dengan “la’aqat ad-Dam” yakni lumuran darah.
Abu Umayyah bin Al-Mughiroh Al-Makhzumy orang yang tertua di antara mereka, dihormati dan ditaati nasihat-nasihatnya mengusulkan agar mereka menyerahkan kasus mereka padda orang yang pertama masuk Ka’bah melalui pintu Shafa. Akhirnya usul tersebut diterima oleh mereka.
Tak lama kemudian mereka melihat Muhammad merupakan orang pertama yang masuk melalui pintu Shafa. Mereka bersorak gembira seraya berkata “Hai Muhammad Al-Amin, kami terima keputusan anda!”. Kepada beliau menceritakan duduk perkaranya. Setelah mendengarkan dan berpikir sejenak kemudian beliau berkata “bawakanlah kain kepadaku”. Setelah kain dibawakan lalu kain tersebut dihamparkan di atas tanah oleh beliau. Kemudian beliau mengambil batu Hajar Aswad dengan tangannya sendiri dan diletakkan di atas kain tersebut. Kemudian beliau berkata “hendaklah pemimpin masing-masing Kabilah memegang ujung kain ini”.  Mereka bersama-sama mengangkat kain yang berisi batu tersebut ke tempat di mana batu tersebut hendak diletakkan dan setelah itu Muhammadlah yang mengeluarkan batu tersebut dari kain dan meletakkanya ke tempat semula. Dengan demikian berakhirlah perselisihan di antara mereka.
Quraisy menyelesaikan Ka’bah sampai setinggi delapan belas hasta (±11 meter). Di dalam itu mereka membuat enam tiang dalam dua deretan. Dan di sudut barat didalamya diberikan tangga naik sampai ke teras di atas. lalu meletakkan Hubal di dalam Ka’bah.
Putra-putri muhammad
Selama bertahun-tahun Muhammad tetap bersama-sama penduduk mekkah dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari. Ia menemukan dalam diri khadijah teladan wanita terbaik. wanita yang subur dan penuh kasih sayang, dan telah menyerahkan sluruh dirinya kepadanya, serta telah melahirkan  anak-anak seperti: Al-qasim dan Abdullah yang dijuluki at-Thahir dan at-Thayib, serta putri-putrinya seperti Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum dan Fatimah. Tentang al-Qasim dan Abdullah tidak banyak yang diketahui keuali hanya disebutkan bahwa mereka meninggal sewaktu kecil dan tak ada satupun yang patut dicatat. Namun, pastinya kematian itu meninggal bekas yang mendalam pada Nabi dan khadijah.

Kematian putranya
Karena ketika kematian kedua anaknya itu ketika masih berada pada zaman jahiliya tentu saja ketika itu Khadijah mendatangi sang berhala sambil menanyakan mengapa berhala itu tidak memberikan kasih sayangnya, kenapa berhala itu tidak melimpahkan kasihan, sehingga dia mendapat kemalangan, ditimpa kesedihan berulang-ulang.
Betapa sedihnya Muhammad ketika itu betapa tidak dua putra yang ia cintai wafat dalam usia muda.Namun yang membuat Rosul bertambah sedihnya melihat Khaddijah yang selalu murung dalam kesehariannya, serta Khadijah selalu memberikan sesajen kepada Hubal, Lata, 'Uzza dan manat. Ia ingin menebus bencana kesedihan yang menimpanya. Akan tetapi, semua sesaji itu dan penyembelihan itu tak berguna sama sekali.

Perkawinan putrinya
Terhadap anak-anaknya yang putri beliau memberikan perhatian dengan mengawinkan mereka kepada yang dianggap memenuhi syarat. Zainab yang sulung dikawinkan dengan Abu ash bin Rabbi’ Bin abd Syams-ibunya masih brsaudara dengan khadijah- seorang yang dihargai masyarakat karena kejujuran kesuksesannya dalam dunia perdagangan. Perkawinan ini sangat serasi. Meskipun sesudah datangnya isla Zainab akan hijrah dari mekkah ke madina: mereka terpisah, Ruqayyah dan ummu kulstum dikawinkan dengan ‘utbah dan ‘utaibah anak-anak Abu lahab, pamannya. Kedua anaknya inipun ketika masuknya islam juga terpisah dari suaminya yang kemudian berturut-turut menjadi isteri Usman, ketika itu Fatimah masih kanak-kanak dan perkawinannya baru berlangsung setelah masa kenabian Muhammad SAW.

Kecenderungan Muhammad menyendiri
Sudah menjadi kebiasaan orang-orang arab masa itu bahwa golongan orang-orang yang suka berpikir mereka akan menjaukan diri dari keramaian orang selama beberapa tahun lamanya, baik itu untuk berkhalwat untuk mendekatkan diri pada Tuhan-Tuhan mereka maupun berdoa mengharapkan rezeki dan pengetahuan. Nah, pengasingan diri seperti ini biasanya mereka sebut dengan Tahannuf dan Thannuth. Namun, lebih daripada itu sang Muhammad ketika dalam pertapaannnya bukan hanya mendapatkan ketenangan diri tapi juga ia ingin mencapai ma’rifat serta mengetahui alam semesta tentang penciptaannya.
Selama 40 tahun sudah sang Muhammad selalu menyempatkan diri untuk menyendiri di Gua hira hanya dengan perbekalan yang seadanya tak membuat ia putus asa. Dengan ketekunan menanyakan sesuatu dalam Tahanutnya iapun hingga lupa makan serta minum. Setiap bulan Ramadhan tiba itulah masanya ia mulai mempersiapkan diri untuk melanjutkan pertanyaan-pertanyan yang berkecamuk didalam hatinya. Hingga pada suatu hari mendapatkan sebuah mimpi hingga 6 bulan hingga sampailah pada antara mimpi dan tidak hinggga akhirnya beliau berjumpa dengan malaikat jibril yang pertama kalinya.

Jibril Turun Membawa Wahyu
            Tatkala usia Nabi genap empat puluh tahun, yaitu usia kematangan seseorang atau ada ulama yang mengatakan bahwa usia inilah para rasul diutus, tanda-tanda kenabian mulai tampak pada kehidupan beliau.
            Akhirnya pada bulan Ramadhan pada tahun ketiga dari pengasingan di Gua Hira, Allah swt berkehendak untuk menganugerahkan rahmatNya kepada penghuni bumi, memuliakan beliau dengan nubuwah dan menurunkan jibril kepada beliau dengan membawa ayat-ayat al-Qur’an. Menurut beberapa buku sirah Nabawiyah ketepatan turunnya wahyu pertama, yaitu pada hari senin, malam tanggal 21 Ramadhan bertepatan dengan tanggal 10 Agustus tahun 610 M. Tepatnya beliau saat itu sudah berusia 40 tahun, 6 bulan, 12 hari menurut kalender Hijriyah dan sekitar 39 tahun, 3 bulan, 20 hari berdasarkan kalender masehi.[4]
            Penjelasan yang lebih rinci mengenai kronologis turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad saw, kita bisa merujuk kepada hadist Aisyah ash Shiddiqah r.a.
Aisyah r.a. berkata, “ Awal permulaan wahyu yang datang kepada rasulullah saw ialah berupa mimpi yang hakiki di dalam tidur beliau. Beliau tidak melihat sesuatu di dalam mimpinya itu melainkan seperti fajar menyingsing. Setelah kejadian itu beliau suka berkhalwat di gua hira dan ber-tahannuts (beribadah) di sana pada malam-malam hari sebelum pulang ke keluarga dan mengambil bekal. Beliau menemui khadijah r.a. lalu mengambil bekal seperti biasa, hingga datanglah kebenaran (al-haq) ketika beliau sedang berada di Gua Hira.
            Hingga pada suatu ketika, malaikat jibril mendatangi beliau, Rasulullah saw. Lalu bersabda,”Malaikat jibril berkata kepadaku, “Bacalah!” beliau menjawab “aku tidak bisa membaca”. Sampai tiga kali beliau seperti itu, baru yang terakhir jibril memegangi dan merangkul lalu melepaskannya sembari berkata, (Q.S al-‘Alaq: 1-5)
            Rasulullah lalu pulang dengan mengigil da hati bergetar, menemui khadijah binti khualid. Beliau berkata, “selimutilah aku! Selimutilah aku!” beliau pun diselimuti hingga rasa takutnya hilang. Beliau ketakutan sekali kemudian khadijah menenangkannya.
            Selanjutnya khadijah membawa Rasulullah menemui waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul Uzza, anak paman khadijah. Waraqah adalah seorang nasrani semasa jahiliyah. Waraqahlah yang mengatakan bahwa Nabi telah membawa ajaran baru, yaitu ajaran Tuhan Yang Maha Esa. Dimana ajarannya ini akan dimusuhi oleh orang Arab dan beliau akan diusir.[5]

Wahyu mengalami Vakum
Menurut beberapa keterangan yang sampai kepada kita, wahyu yang sampai kepada Nabi sempat vakum tiga tahun. Pada masa vakum ini nabi mengalami kegundahan dan kesedihan. Dalam kitab at-Ta’bir Imam al-Bukhari meriwayatkan naskah sebagai berikut,
“berdasarkan informasi yang sampai kepada kami, wahyu pun mengalami masa vakum sehingga membuat nabi sedih dan berulang kali berlari kencang agar dapat terjerambab dari puncak gunung, tetapi setiap kali beliau mencapai gunung untuk menjatuhhkan dirinya, malaikat jibril menampakkan wujudnya seraya berkata,’Wahai Muhammad, sesungguhnya engkau adalah benar-benar utusan Allah!’ kemudian hati beliau mulai tenang dan jiwanya pun tenteram. Lalu beliau kembali. Jika kevakuman itu terus berlanjut beliau pun mengulangi tindakan yang sama. Ketika sampai puncak di puncak gunung, tiba-tiba tampaklah Jibril a.s. dan berkata seperti sebelumnya.[6]
Ibnu Hajar menuturkan, danya masa vakum wahyu itu bertujuan untuk menhilangkan ketakutan yang dialami oleh rasulullah saw. Dan membuatnya penasaran untuk mengalaminya kembali. Ketika hal itu benar-benar terjadi pada beliau, dan beliau mulai menanti-nanti datangnya wahyu, datanglah malaikat Jibril a.s. untuk kedua kalinya.












BAB III
KESIMPULAN
Dua puluh tahun sebelum kerasulan Muhammad, terjadi peristiwa Hilful Fudhul yaitu persekutuan fudhul yang dibentuk untuk mencegah tindakan sementara kaum Quraisy yang saling berbuat zalim di Al-Haram (Ka’bah dan Areal Sekitarnya). Terbentuknya Hilful fudhul dipelopori oleh Abdullah bin Jid’an dan az Zubair bin Abdul Muthallib. Dua seorang lelaki tiba di mekah di bulan zulkaidah dengan membawa barang. Barang itu lalu dibeli Ash bin Wa’il, tapi ia tidak membayar menurut harga yang sudah disepakati. Ia lalu mengeluh keras-keras serta membacakan sajak yang menggugah orang yang punya rasa harga diri. Zubair bin Abd al-Muthalib bengkit beserta beberapa orang lain-nya. Mereka berkumpul di rumah ‘Abdullah bin Jad’an dan membuat perjanjian serta  berikrar secara khidmat untuk memelihara persatuan dan bila mungkin menekan penindas untuk memulihkan hak-hak orang tertindas. Ketika upacara  selesai mereka pergi kepada Ash bin Wa’il dan mengambil kembali barang yang dibelinya tanpa membayar itu, lalu mengembalikannya kepada si pemilik.
Pada masa remaja rasulullah, ia tidak memiliki pekerjaan tetap. Menurut beberapa keterangan ahli sejarah rasulullah bekerja sebagai pengembala kambing di kalangan Bani Sa’ad dan juga di Mekah.
Tatkala Nabi berusia 25 tahun, paman sekaligus pengasuhnya, Abu Thalib memperkenalkanya kepada khadijah dan meminta khodijah untuk menunjuk Muhamad sebagai agenya dalam salah satu kafilanya yang hendak pergi ke syam. Akhirnya Khadijah pun menerima bahwa Muhammad sebagai agennya. Dan segeralah Muhammad berangkat ke Syam bersama pembantu milik Khadijah yaitu Maysaroh. Sepulangnya Muhammad dari Syam membawa hasil berdagang yang jauh melebihi yang diharapkan. Khadijah melihat Muhammad sangat amanah dalam mengelola dagangnya. Selain itu budak lelaki Khadijah yaitu Maisaroh mengabarkan kepadanya mengenai pembawaan Muhammad yang lembut, jujur, mempunyai sifat yang mulia, ketajaman berpikir dan amanah. Kemudian khadijah selalu melibatkan Muhammad dalam seluruh transaksi bisninsnya. Dan dari sanalah pendahuluan dari pernikahan antara muhammad dan khadijah.
Kemudian mengutus sahabatnya yaitu Nafisah binti Munayyah untuk memberitahukan kepada Muhammad bahwa ia bersedia menikah dengan Muhammad. Ketika pesan itu telah disampaikan. Akhirnya Muhammad pun bersedia menikah dengan Khadijah. Kemudian Khadijah meminta Muhammad untuk datang pada waktu yang telah ditentukan dan Khadijah meminta pamanya, Amr bin Asad, datang pada waktu yang sama untuk bertindak sebagai wali dalam pernikahanya.
Pada waktu yang telah ditentukan semua pihak datang ke rumah Khadijah. Abu Thalib hadir mengantar putra asuhannya, Muhammad dan sekaligus menjadi seorang saksi dalam pernikahan tersebut. Pada waktu itu khadijah menetapkan mas kawin berupa 12 ons emas dan 20 ekor onta. Yang kemudian tersedia berkat kedermaanan pamanya abu thalib.Akhirnya pernikahan berlangsung mulus dan tanpa kesulitan apapun.
            Sejak lama  orang Quraisy telah mengenal baik Muhammad sebagai orang yang tak pernah berdusta, luhur budi pekertinya. Lembut tutur bahasa dan perilakunya. Semua kabilah menghormati dan menaruh kepercayaan kepadanya. Beliau adalah orang yang bergaul dengan siapapun dan selalu ikut berpartisipasi dalam masyarakat.
Pada waktu itu masyarakat Quraisy sedang sibuk dengan perenovasian akibat banjir besar yang menimpa dan meretakkan dinding-dinding Ka’bah yang memaang sudah rapuh. Tetapi mereka takut jika hal tersebut tidak direstui oleh dewa penjaga Ka’bah akan murka dan menimpakan bencana kepada mereka. Namun di tengah-tengah kejadian seperti itu. Sebuah peristiwa kebetulan terjadi. Bahwa sebuah kapal milik orang romawi yang bernama Baqum terdampar di pantai Hijaz, dekat Jeddah. Mendengar hal tersebut Al-Walid bin Al-Mughiroh berpikir alangkah baiknya jika kepingan kayu-kayu tersebut kita beli untuk memperbaiki Ka’bah. Kemudian Al-Walid bin Al-Mughiroh bersama dengan orang-orang Quraisy pergi Jeddah untuk menemui Baqum. Akhirnya terjadilah kesepakatan antara Al-Mughiroh dengan Baqum dalam membantu memperbaiki bangunan Ka’bah.
Ketika akan bekerja untuk membongkar Ka’bah tidak ada seorang pun yang tampil untuk memperbaikinya. Akhirnya Al-Mughirohlah orang yang pertama memelopori meskipun ia juga agak ketakutan. Mereka membiarkan Al-Mughiroh berkerja sendirian. Keesokan pagi harinya tidak terjadi apa-apa. Akhirnya mereka percaya bahwa dewa-dewa berhala mereka telah merestui perombakan tersebut dan akhirnya mereka berani untuk membongkar Ka’bah. Dalam kegiatan tersebut Muhammad turut serta mengangkat batu.
 Setelah tembok-tembok bangunan Ka’bah sudah diperbaiki dan ditinggikan hingga dua meter. Tibalah saatnya untuk pengembalian Hajar Aswad pada tempat semula di sudut timur. Timbullah perselisihan di kalangan Quraisy siapa yang seharusnya meletakkan batu itu di tempatnya. Karna perselisihan makin memuncak hingga terjadilah perang saudara. Akhirnya Banu ‘Abdud Dar dan Banu Adi sepakat tak akan membiarkan Kabilah manapun ikut capur dalam kehormatan yang besar ini. Kemudian keluarga Abu Dar membawa wadah berisi darah untuk mengikrarkansumpah bersam sambil memasukkan tangan  ke dalam wadah tersebut. Karnanya sumpah itu dikenal dengan “la’aqat ad-Dam” yakni lumuran darah.
Abu Umayyah bin Al-Mughiroh Al-Makhzumy orang yang tertua di antara mereka, dihormati dan ditaati nasihat-nasihatnya mengusulkan agar mereka menyerahkan kasus mereka pada orang yang pertama masuk Ka’bah melalui pintu Shafa. Akhirnya usul tersebut diterima oleh mereka.
Tak lama kemudian mereka melihat Muhammad merupakan orang pertama yang masuk melalui pintu Shafa. Mereka bersorak gembira seraya berkata “Hai Muhammad Al-Amin, kami terima keputusan anda!”. Kepada beliau menceritakan duduk perkaranya. Setelah mendengarkan dan berpikir sejenak kemudian beliau berkata “bawakanlah kain kepadaku”. Setelah kain dibawakan lalu kain tersebut dihamparkan di atas tanah oleh beliau. Kemudian beliau mengambil batu Hajar Aswad dengan tangannya sendiri dan diletakkan di atas kain tersebut. Kemudian beliau berkata “hendaklah pemimpin masing-masing Kabilah memegang ujung kain ini”.  Mereka bersama-sama mengangkat kain yang berisi batu tersebut ke tempat di mana batu tersebut hendak diletakkan dan setelah itu Muhammadlah yang mengeluarkan batu tersebut dari kain dan meletakkanya ke tempat semula. Dengan demikian berakhirlah perselisihan di antara mereka.
Dalam pernikahan Muhammad SAW dengan Khadijah binti Khuwilid mereka dikarunia dua orang putra dan empat putri yaitu Al-qasim dan Abdullah yang dijuluki at-thahir dan at-thayib, serta putri-putrinya seperti zainab, ruqayyah, ummu kultsum dan fatimah. Namun  Al-Qasim dan Abdullah mereka meninggal sewaktu kecil.
Terhadap anak-anaknya yang putri beliau memberikan perhatian dengan mengawinkan mereka kepada yang dianggap memenuhi syarat. Zainab yang sulung dikawinkan dengan Abu ash bin Rabbi’ bin Abd Syams-ibunya masih brsaudara dengan khadijah. Sedangkan  Ruqayyah dan Ummu Kultsum dikawinkan dengan ‘Utbah dan ‘Utaibah anak-anak Abu Lahab, pamannya. Kedua anaknya inipun ketika masuknya islam juga terpisah dari suaminya yang kemudian berturut-turut menjadi isteri Usman, ketika itu Fatimah masih kanak-kanak dan perkawinannya baru berlangsung setelah masa kenabian Muhammad SAW.
Kemudian selama 40 tahun Sang Muhammad menyendiri di Gua hira hanya dengan perbekalan yang seadanya tak membuat ia putus asa. Dengan ketekunan menanyakan sesuatu dalam Tahanutnya iapun hingga lupa makan serta minum. Setiap bulan Ramadhan tiba itulah masanya ia mulai mempersiapkan diri untuk melanjutkan pertanyaan-pertanyan yang berkecamuk  di dalam hatinya. Hingga pada suatu hari mendapatkan sebuah mimpi hingga 6 bulan hingga sampailah pada antara mimpi dan tidak hinggga akhirnya beliau berjumpa dengan malaikat jibril yang pertama kalinya.
Tatkala usia Nabi genap empat puluh tahun, bahwa usia inilah para rasul diutus, tanda-tanda kenabian mulai tampak pada kehidupan beliau.
Akhirnya pada bulan Ramadhan pada tahun ketiga dari pengasingan di Gua Hira, jibril mendatangi beliau dengan membawa ayat-ayat al-Qur’an. Menurut beberapa buku sirah Nabawiyah ketepatan turunnya wahyu pertama, yaitu pada hari senin, malam tanggal 21 Ramadhan bertepatan dengan tanggal 10 Agustus tahun 610 M. Tepatnya beliau saat itu sudah berusia 40 tahun, 6 bulan, 12 hari menurut kalender Hijriyah dan sekitar 39 tahun, 3 bulan, 20 hari berdasarkan kalender masehi.[7]
Dalam hadits menjelaskan Aisyah r.a. berkata, “ Awal permulaan wahyu yang datang kepada rasulullah saw ialah berupa mimpi yang hakiki di dalam tidur beliau. Beliau tidak melihat sesuatu di dalam mimpinya itu melainkan seperti fajar menyingsing. Setelah kejadian itu beliau suka berkhalwat di gua hira dan ber-tahannuts (beribadah) di sana pada malam-malam hari sebelum pulang ke keluarga dan mengambil bekal. Beliau menemui khadijah r.a. lalu mengambil bekal seperti biasa, hingga datanglah kebenaran (al-haq) ketika beliau sedang berada di Gua Hira.
            Hingga pada suatu ketika, malaikat jibril mendatangi beliau, Rasulullah saw. Lalu bersabda,”Malaikat jibril berkata kepadaku, “Bacalah!” beliau menjawab “aku tidak bisa membaca”. Sampai tiga kali beliau seperti itu, baru yang terakhir jibril memegangi dan merangkul lalu melepaskannya sembari berkata, (Q.S al-‘Alaq: 1-5)
            Rasulullah lalu pulang dengan mengigil da hati bergetar, menemui khadijah binti khualid. Beliau berkata, “selimutilah aku! Selimutilah aku!” beliau pun diselimuti hingga rasa takutnya hilang. Beliau ketakutan sekali kemudian khadijah menenangkannya.
            Selanjutnya khadijah membawa Rasulullah menemui Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul Uzza, anak paman khadijah. Waraqah adalah seorang nasrani semasa jahiliyah. Waraqahlah yang mengatakan bahwa Nabi telah membawa ajaran baru, yaitu ajaran Tuhan Yang Maha Esa. Dimana ajarannya ini akan dimusuhi oleh orang Arab dan beliau akan diusir.[8]
Menurut beberapa keterangan yang sampai kepada kita, wahyu yang sampai kepada Nabi sempat vakum tiga tahun. Pada masa vakum ini nabi mengalami kegundahan dan kesedihan. wahyu pun mengalami masa vakum sehingga membuat nabi sedih dan berulang kali berlari kencang agar dapat terjerambab dari puncak gunung, tetapi setiap kali beliau mencapai gunung untuk menjatuhhkan dirinya, malaikat jibril menampakkan wujudnya seraya berkata,’Wahai Muhammad, sesungguhnya engkau adalah benar-benar utusan Allah!’ kemudian hati beliau mulai tenang dan jiwanya pun tenteram. Ibnu Hajar menuturkan, danya masa vakum wahyu itu bertujuan untuk menhilangkan ketakutan yang dialami oleh rasulullah saw.













DAFTAR PUSTAKA
Haekal,Muhammad Husain.Sejarah Hidup Muhamma., 2005, Jakarta: Litera Antar
Lings, Martin.Rosulullah Muhammad.2002 Jakarta. Serambi
Al-Husaini,Al-Hamid. Membangun Peradaban Sejarah Muhammad Sejak Sebelum Diutus Menjadi Nabi. 2002,Jakarta.Pustaka Hidayah
Shafiyurrahman,al-Mubarakfuri.Sirah Nabawiyah.2003.Jakarta: Gema Insani.



[1] M.H.H. Al-Hamid Al-Husaini, Membangun Peradaban,(Bandung: Pustaka Hidayah, 2000)hal. 219
[2] Ja’far Subhani, Ar-Risalah,diterjemahkan oleh M Hasyim dan Meth Kieraha(Jakarta: Lentera, 2002)hal. 123
[3] Abul Hasan ‘Ali al-Hasani an-Nadwi, Sejarah Lengkap Nabi Muhammad Saw,(Yogyakarta: Mardhiyah Press, 2005)hal. 111
[4] Shafiyurrahman al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah(Jakarta: Gema Insani,2013)hal.39
[5] Shafiyurrahman al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah(Jakarta: Gema Insani,2013)hal.40

[6] Shafiyurrahman al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah(Jakarta: Gema Insani,2013)hal.41

[7] Shafiyurrahman al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah(Jakarta: Gema Insani,2013)hal.39
[8] Shafiyurrahman al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah(Jakarta: Gema Insani,2013)hal.40

0 komentar:

Posting Komentar