BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Nabi Muhammad SAW adalah Nabi yang
menjadi suri tauladan seluruh umat manusia. Nabi yang pertama kali mengajarkan
kita semua tentang islam. Sejarah kehidupan Nabi SAW pun tak dapat dipisahkan
dari Al-Quran, karna justru Al-Quran sendirilah yang mengabadikan sejarah
kehidupan beliau. Ayat-ayatnya berkaitan dengan itu bertebaran di berbagai
surah. Oleh karena itu penting sekali kita sebagai umat islam mengetahui
kehidupan Nabi SAW dari beliau remaja hingga diangkatnya beliau menjadi Nabi.
Perangai Nabi yang luhur budi pekertinya, lembut tutur bahasanya dan sangat
baik perilaku
serta pergaulannya sehingga semua kabilah menghormatinya dan
menaruh kepercayaan kepadanya. Sifat beliau yang rendah hati, penyabar, sedikit
berbicara dan lebih suka mendengarkan orang lain, semuanya itu menambah
keanggunan dan kewibawaan beliau sebagai putra Abdul Muthalib. Kisah kehidupan
Nabi bukanlah sekedar menjadi sejarah belaka bagi kita semua akan tetapi dari
sana kita dapat mengetahui budi pekerti beliau, kita dapat mengambil pelajaran
dari peristiwa yang terjadi pada masa kehidupan beliau untuk kita jadikan
pedoman hidup kita. tanpa kita melihat sejarah kehidupan Nabi maka moralitas
dan budi pekerti yang baik tidak akan dapat maju. Budi pekerti akan menjadi
seperti orang-orang pada masa jahiliyah dan Ilmu agama tidak akan dapat
berkembang.
2.
Rumusan Masalah
Bagaimana kehidupan Nabi ketika masih remaja?
Peristiwa apa sajakah yang terjadi sebelum Nabi Muhammad SAW
diangkat menjadi Nabi?
Peristiwa apa sajakah yang mengisyaratkan kenabian Nabi Muhammad
SAW?
3.
Tujuan Penulisan
Dalam makalah ini, kami membahas tentang kehidupan Nabi
SAW dari masa remaja beliau hingga diangkatnya beliau menjadi Nabi. Agar kita
semua dapat mengetahui peristiwa apa saja yang terjadi pada masa-masa tersebut
dan supaya kita dapat mengambil pelajaran dari sejarah kehidupan Nabi dan dapat
mencontoh sikap serta sifat Nabi dalam menghadapi dan menjalani hidup ketika
terjadi peristiwa-peristiwa yang dialaminya.
4.
Manfaat penulisan
a.
Bagi penulis makalah ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih
terhadap apa yang telah dibahas serta untuk memenuhi tugas makalah Sirah
Nabawiyah.
b.
Bagi pembaca diharapkan dapat memberikan wawasan yang luas dalam mengetahui bagaimana kehidupan Nabi SAW dari
remaja hingga diangkatnya menjadi Nabi. Serta dapat mengambil pelajaran dari
sejarah kehidupan Nabi Muhammad SAW,
c.
Bagi Kampus STFI Sadra diharapkan dapat
diharapkan dapat memperkaya referensi buku yang ada dalam
perpustakaan.
BAB II
PEMBAHASAN
Hilf al-Fudul
Hilful Fudhul
adalah persekutuan fudhul yang dibentuk untuk mencegah tindakan sementara kaum
Quraisy yang saling berbuat zalim di Al-Haram (Ka’bah dan Areal Sekitarnya).
Terbentuknya Hilful fudhul dipelopori oleh Abdullah bin Jid’an dan az Zubair
bin Abdul Muthallib. Dua orang tokoh Quraisy itulah yang menyerukan
terbentuknya persekutuan diantara semua orang yang menaruh kepedulian terhadap
berbagai kezaliman.[1]
Dua puluh
tahun sebelum kerasulan Muhammad, seorang lelaki tiba di mekah di bulan
zulkaidah dengan membawa barang. Barang itu lalu dibeli Ash bin Wa’il, tapi ia
tidak membayar menurut harga yang sudah disepakati. Lelaki itu melihat beberapa
orang Quraisy sedang duduk di belakang ka’bah. Ia lalu mengeluh keras-keras
serta membacakan sajak yang menggugah orang yang punya rasa harga diri. Zubair
bin Abd al-Muthalib bengkit beserta beberapa orang lain-nya. Mereka berkumpul
di rumah ‘Abdullah bin Jad’an dan membuat perjanjian serta berikrar secara khidmat untuk memelihara
persatuan dan bila mungkin menekan penindas untuk memulihkan hak-hak orang
tertindas. Ketika upacar selesai mereka pergi kepada Ash bin Wa’il dan
mengambil kembali barang yang dibelinya tanpa membayar itu, lalu
mengembalikannya kepada si pemilik.
Nabi
ikut serta dalam perjanjian yang menjamin kesejahteraan orang tertindas ini.
Beliau sendiri yang telah menyatakan keagungan perjanjian itu. Berikut adalah
sabda beliau mengenai hal ini. “ di rumah Abdullah bin Jad’an, saya mengikuti
perjanjian itu. Saat itu pun (yaitu sesudah kerasulannya), jika diundang ke
perjanjian serupa, saya akan menghadirinya.” Yakni tetap setia pada perjanjian
itu.[2]
Nabi Muhammad sebagai pengembala
Pada masa
remaja rasulullah, ia tidak memiliki pekerjaan tetap. Menurut beberapa
keterangan ahli sejarah rasulullah bekerja sebagai pengembala kambing di kalangan
Bani Sa’ad dan juga di Mekah dengan imbalan uang beberapa qirath (bagian dari
uang dinar). Kegiatan ini mengandung nilai usaha yang luhur, pendidikan rohani,
latihan merasakan kasih sayang kepada kaum lemah, kemampuan mengendalikan
pekerjaan berat dan besar, penyaluran udara murni yang bersih, dan memperkuat
fisik. Lepas dari semua itu pekerjaan mengembala kambing adalah yang dilakukan
oleh para nabi sebelumnya.
Diriwayatkan
bahwa beliau pernah bersabda:” Setiap Nabi pasti pernah mengembalakan kambing.”
Para sahabatnya bertanya:” bagaimana dengan engkau wahai rasulullah?” beliau
menjawab: “ demikian pula aku”.[3]
Katika masa paceklik yang meranda kehidupan
Abu Thalib, ia menyuruh Muhammad untuk melamar pekerjaan kepada orang yang
dermawan di kaum Quraisy, yaitu Siti Khadijah. Ibnu Ishaq menuturkan, Khadijah
binti Khuwalid adalah seorang saudagar perempuan, keturunan bangsawan dan kaya
raya. Dia biasa menyuruh orang-orang untuk menjalankan barang dagangannya,
dengan membagi sebagian hasilnya kepada mereka. Pada waktu itu siti khadijah
mendengar percakapn mereka, kemudian mengirim budaknya untuk menghubungi
rasulullah saw. Pada usia dua puluh lima tahun rasulullah membawakan dagangan
siti Khadijah ditemani oleh Maisarah, laki-laki pesuruh Khadijah. Dengan
mengambil jalan padang asir kafilah itu pun berangkat menuju syam, melalui wadi
al-Qura, madyan dan Diyar Samud serta daerah-daerah yang dulu pernah dilalui
beliau bersama pamannya Abu Thalib.
Dengan
kejujuran dan kemampuannya ternyata Muhammad mampu meperdagangkan barang-barang
Khadijah, dengan cara yang lebih banyak menguntungkan dari pada yang dilakukan
orang lain sebelumnya. Demikian juga dengan perangainya yang manis dan
perassaanya yang luhur ia dapat menarik kecintaan dan penghormatan maisaroh
kepadanya. Setelah dagangannya telah habis Muhammad segera pulang ke Mekah
untuk melaporkan perjalanannya kepada Khadijah, yang pada saat itu sedang
menunggu melihat rombongan kafilah dagangnya datang. Muhammad menceritakan
perjalanannya dengan fasih kepada Khadijah, disusul setelah itu Maisarah yang
bercerita juga tenyang Muhammad, betapa halus wataknya, betapa tinggi budi
pekertinya. Hal ini menammbah pengetahuan Khadijah tentang pemuda ini disamping
pengetahuan sudah diketahuinya tentang pemuda Mekah yang besar jasanya itu.
Dalam waktu
singkat kekaguman khadijah itu berubah menjadi cinta- pada usianya yang keempat
puluh tahun ini ini berhasrat untuk menikah dengan pemua ini- setelah banyak
menolak lamaran kafilah-kafilah Arab yang terkemukan.
Pernikahan Rasulullah
SAW dengan Khadijah binti Khuwailid
Khadijah binti
Khuwailid adalah seorang wanita berpendirian teguh dan tegas. Ia sangat
dihargai oleh warga kota Mekkah lantaran karakternya yang patut diteladani
serta kemampuannya mengorganisasi. Ia seorang janda berusia 40 tahun (riwayat
lain 28 tahun), hartawan dan berasal dari keturunan yang terhormat di kalangan
Quraisy.
Tatkala Nabi
berusia 25 tahun, paman sekaligus pengasuhnya, Abu Thalib memperkenalkanya
kepada khadijah dan meminta khodijah untuk menunjuk Muhamad sebagai agenya
dalam salah satu kafilanya yang hendak pergi ke syam. Dan memang pada saat itu
khadijah sedang memerlukan agen. Akhirnya ia pun menerima bahwa Muhammad
sebagai agennya. Kemudian muhammad langsung memimpin kabilah Khadijah yang
hendak berdagang ke Syam bersama dengan budak milik Khadijah yaitu Maisyaroh
yang menemani dan menjadi pembantu yang melayaninya.
Sepulangnya
Muhammad dari Syam membawa hasil dagang yang jauh melebihi yang diharapkan. Khadijah melihat Muhammad sangat amanah dalam mengelola
dagangnya. Selain itu budak lelaki Khadijah yaitu Maisaroh mengabarkan
kepadanya mengenai pembawaan Muhammad yang lembut, jujur, mempunyai sifat yang
mulia, ketajaman berpikir dan amanah. Kemudian khadijah selalu
melibatkan Muhammad dalam seluruh transaksi bisninsnya. Dan dari sanalah
pendahuluan dari pernikahan antara muhammad dan khadijah.
Diceritakan
dari Nafisah binti Munayyah bahwa karna keluhuran budi pekerti, kejujuran serta
lembut bahasa Muhammad membuat khadijah menjadi tertarik kepadanya. Pada suatu
hari khadijah mengirim saya untuk menemui Muhammad dan memberitahukannya bahwa
jika beliau berkenan di hati, ia bersedia menikah dengan beliau. Kemudian saya pergi
menemui Muhammad. Dalam pertemuan itu saya bertanya: “mengapa anda tidak
beristri?” beliau menjawab: “aku tidak mempunyai sesuatu untuk dapat mempunyai
istri. Kemudian saya katakan: “jika demikian keadaan anda, bagaimana jika ada
seorang wanita yang cantik, kaya dan terhormat bersedia menjadi istri anda?
Apakah anda mau menerimanya?. Beliau bertanya: “siapa dia?”. saya menjawab:
“Khadijah binti Khuwailid”. Beliau bertanya lagi: “bagaimana bisa jadi”.
Kemudian saya menjawab: “serahkan saja persoalanya dengan saya”. Beliau
menjawab: “baiklah, aku bersedia”.
Kemudian saya
segera menemui dan memberitahukan Khadijah bahwa Muhammad bersedia menjadi
suaminya. Kemudian khadijah mengirim utusannya kepada Muhammad untuk
memberitahukannya agar beliau datang tepat pada waktu yang ditentukan.
Bersamaan dengan itu Khadijah meminta pamanya, Amr bin Asad, datang pada waktu
yang sama untuk bertindak sebagai wali dalam pernikahanya.
Pada waktu
yang telah ditentukan semua pihak datang ke rumah Khadijah. Abu Thalib hadir
mengantar putra asuhannya, Muhammad dan sekaligus menjadi seorang saksi dalam
pernikahan tersebut. Pada waktu itu khadijah menetapkan mas kawin berupa 12 ons
emas dan 20 ekor onta. Yang kemudian tersedia berkat kedermawanan pamanya abu
thalib.Akhirnya pernikahan berlangsung mulus dan tanpa kesulitan apapun.
Sebelum Khadijah
menikah dengan Muhammad. Pada masa lalu Khadijah akan dinikahi oleh seorang
pendeta Nasrani yang bernama Waraqah bin Naufal namun pernikahnnya tidak
terjadi. Kemudian ia dinikahi oleh Halah yang nama aslinya adalah Hindun.
Sementara riwayat lain mengatakan nama asli dari Halah bukanlah Hindun
melainkan Malik bin an-Nibasy. Dari pernikahannya tersebut Khadijah mempunyai
dua orang anak laki-laki yang diberikan nama hindun dan halah. Setelah bercerai
dengan malik bin an-Nibasy Khadijah menikah dengan Atiq bin aid Al-Makhzumy.
Dari pernikahan keduanya Khadijah mempunya seorang anak perempuan yang diberi
nama Hindun.
Namun ada
riwayat lain yang mengatakan, bahwa pernikahan Khadijah yang pertama bukan
dengan Halah melainkan dengan Atiq. Kemudian setelah berpisah dari Atiq dan
menjanda lama baru kemudian Khadijah menikah lagi dengan Muhammad.
Dari
pernikahan Muhammad dengan Khadijah. Mereka dikaruniai empat orang putri dan
dua putra yaitu Zainab, Ruqoyah, Fatimah, Ummi Kulsum, Abdullah dan Abdul
Qosim.
Melerai Pertengkaran
Quraisy Mengenai Penempatan Hajar Aswad
Pernikahan
Muhammad dengan khadijah menambah tinggi kedudukan Muhammad di kalangan
quraisy. Sejak lama orang Quraisy telah
mengenal baik Muhammad sebagai orang yang tak pernah berdusta, luhur budi
pekertinya. Lembut tutur bahasa dan perilakunya. Semua kabilah menghormati dan
menaruh kepercayaan kepadanya. Meskipun beliau memperoleh kedudukan terhormat.
Namun beliau tetap dalam kesederhanaan dalam hidupnya. Beliau tetap bergaul
dengan siapapun dan selalu berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.
Pada waktu itu
masyarakat Quraisy sedang sibuk untuk melakukan perenovasian Ka’bah akibat
banjir besar yang menimpa dan meretakkan dinding-dinding Ka’bah yang memaang
sudah rapuh. Sebelum itu pihak Quraisy sudah memikirkan untuk itu sebelumnya
karna bangunan Ka’bah pada waktu masih beratap langit (terbuka) yang sering menjadi
sasaran pencuri untuk mengambil barang-barang yang berharga di dalamnya. Meskipun
masyarakat Quraisy hendak memperkuat banggunan Ka’bah, pintunya ditinggikan dan
diberikan atap, mereka masih merasa takut bahwa niat baik tersebut tidak
direstui oleh dewa penjaga Ka’bah. Mereka takut jika hal tersebut tidak
direstui oleh dewa penjaga Ka’bah akan murka dan menimpakan bencana kepada
mereka.
Namun di
tengah-tengah kejadian seperti itu. Sebuah peristiwa kebetulan terjadi. Bahwa
sebuah kapal milik orang romawi yang bernama Baqum terdampar di pantai Hijaz,
dekat Jeddah. Hingga kapalnya yang terbuat dari kayu itu pecah. Mendengar hal
tersebut Al-Walid bin Al-Mughiroh berpikir alangkah baiknya jika kepingan
kayu-kayu tersebut kita beli untuk memperbaiki Ka’bah. Sebenarnya Baqum adalah
orang yang ahli bangunan yang mengetahui juga tentang perdagangan. Kemudian
Al-Walid bin Al-Mughiroh bersama dengan orang-orang Quraisy pergi Jeddah untuk
menemui Baqum. Akhirnya terjadilah kesepakatan antara Al-Mughiroh dengan Baqum.
Serta diajaknya Baqum pergi ke Mekkah untuk membantu memperbaiki bangunan
Ka’bah.
Perbaikan
Ka’bah direncanakan dan diatur sebaik mungkin agar tidak menimbulkan
perselisihan di kalangan Quraisy, karna masing-masing kabilah ingin menggarap
bagian yang suci dianggapnya. Meskipun begitu mereka masih saja takut dan tidak
berani untuk memperbaiki bangunan tersebut. Setelah ditunggu-tunggu tidak ada
seorang pun yang tampil untuk memperbaikinya. Akhirnya Al-Mughirohlah orang
yang pertama memelopori meskipun ia juga agak ketakutan. Kemudian ia maju
kedepan untuk memohon restu kepada berhala-berhala pujaan mereka agar mereka
tidak murka. Setelah itu Al-Mughiroh mulai membagi tugas pekerjaan agar tidak
ada satupun kabilah Quraisy yang tidak terlibat dalam hal ini. Tugas pekerjaan dibagi menjadi empat
berdasarkan sudut bangunan Ka’bah itu sendiri.
namun masih saja tetap tidak ada yang berani untuk bekerja kecuali
Al-Mughiroh yang mulai merombak di sudut bagian selatan. Mereka yang tidak
berani hanya bisa melihat-lihat saja dan menunggu bencana apa yang akan
menimpa. Mereka membiarkan Al-Mughiroh berkerja sendirian. Keesokan pagi
harinya tidak terjadi apa-apa. Akhirnya mereka percaya bahwa dewa-dewa berhala
mereka telah merestui perombakan tersebut dan timbullah keberanian mereka untuk
membongkar Ka’bah. Dalam kegiatan tersebut Muhammad ikut bersama pamanya yaitu Abas yang turut
serta mengangkat batu.
Ada sebuah
batu yang disebut “batu hijau” yang sukar dibongkar dan dipindahkan. Karna itu
batu itu dibiarkan tetap berada di tempatnya untuk menjadi fondasi Ka’bah.
Setelah tembok-tembok bangunan Ka’bah sudah diperbaiki dan ditinggikan hingga
dua meter. Tibalah saatnya untuk pengembalian Hajar Aswad pada tempat semula di
sudut timur. Timbullah perselisihan di kalangan Quraisy siapa yang seharusnya
mendapat kehormatan untuk meletakkan batu itu di tempatnya. Karna perselisihan
belum mereda dan makin memuncak hingga terjadilah perang saudara. Akhirnya Banu
‘Abdud Dar dan Banu Adi sepakat tak akan membiarkan Kabilah manapun ikut capur
dalam kehormatan yang besar ini. Kemudian keluarga Abu Dar membawa wadah berisi
darah untuk mengikrarkansumpah bersam sambil memasukkan tangan ke dalam wadah tersebut. Karnanya sumpah itu
dikenal dengan “la’aqat ad-Dam” yakni lumuran darah.
Abu Umayyah
bin Al-Mughiroh Al-Makhzumy orang yang tertua di antara mereka, dihormati dan
ditaati nasihat-nasihatnya mengusulkan agar mereka menyerahkan kasus mereka
padda orang yang pertama masuk Ka’bah melalui pintu Shafa. Akhirnya usul
tersebut diterima oleh mereka.
Tak lama
kemudian mereka melihat Muhammad merupakan orang pertama yang masuk melalui
pintu Shafa. Mereka bersorak gembira seraya berkata “Hai Muhammad Al-Amin, kami
terima keputusan anda!”. Kepada beliau menceritakan duduk perkaranya. Setelah
mendengarkan dan berpikir sejenak kemudian beliau berkata “bawakanlah kain
kepadaku”. Setelah kain dibawakan lalu kain tersebut dihamparkan di atas tanah
oleh beliau. Kemudian beliau mengambil batu Hajar Aswad dengan tangannya
sendiri dan diletakkan di atas kain tersebut. Kemudian beliau berkata
“hendaklah pemimpin masing-masing Kabilah memegang ujung kain ini”. Mereka bersama-sama mengangkat kain yang
berisi batu tersebut ke tempat di mana batu tersebut hendak diletakkan dan
setelah itu Muhammadlah yang mengeluarkan batu tersebut dari kain dan
meletakkanya ke tempat semula. Dengan demikian berakhirlah perselisihan di
antara mereka.
Quraisy
menyelesaikan Ka’bah sampai setinggi delapan belas hasta (±11 meter). Di dalam
itu mereka membuat enam tiang dalam dua deretan. Dan di sudut barat didalamya
diberikan tangga naik sampai ke teras di atas. lalu meletakkan Hubal di dalam
Ka’bah.
Putra-putri
muhammad
Selama
bertahun-tahun Muhammad tetap bersama-sama penduduk mekkah dalam kehidupan
bermasyarakat sehari-hari. Ia menemukan dalam diri khadijah teladan wanita
terbaik. wanita yang subur dan penuh kasih sayang, dan telah menyerahkan sluruh
dirinya kepadanya, serta telah melahirkan
anak-anak seperti: Al-qasim dan Abdullah yang dijuluki at-Thahir dan
at-Thayib, serta putri-putrinya seperti Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum dan Fatimah.
Tentang al-Qasim dan Abdullah tidak banyak yang diketahui keuali hanya disebutkan
bahwa mereka meninggal sewaktu kecil dan tak ada satupun yang patut dicatat.
Namun, pastinya kematian itu meninggal bekas yang mendalam pada Nabi dan
khadijah.
Kematian
putranya
Karena ketika
kematian kedua anaknya itu ketika masih berada pada zaman jahiliya tentu saja
ketika itu Khadijah mendatangi sang berhala sambil menanyakan mengapa berhala
itu tidak memberikan kasih sayangnya, kenapa berhala itu tidak melimpahkan
kasihan, sehingga dia mendapat kemalangan, ditimpa kesedihan berulang-ulang.
Betapa
sedihnya Muhammad ketika itu betapa tidak dua putra yang ia cintai wafat dalam
usia muda.Namun yang membuat Rosul bertambah sedihnya melihat Khaddijah yang
selalu murung dalam kesehariannya, serta Khadijah selalu memberikan sesajen
kepada Hubal, Lata, 'Uzza dan manat. Ia ingin menebus bencana kesedihan yang
menimpanya. Akan tetapi, semua sesaji itu dan penyembelihan itu tak berguna
sama sekali.
Perkawinan
putrinya
Terhadap
anak-anaknya yang putri beliau memberikan perhatian dengan mengawinkan mereka
kepada yang dianggap memenuhi syarat. Zainab yang sulung dikawinkan dengan Abu
ash bin Rabbi’ Bin abd Syams-ibunya masih brsaudara dengan khadijah- seorang
yang dihargai masyarakat karena kejujuran kesuksesannya dalam dunia
perdagangan. Perkawinan ini sangat serasi. Meskipun sesudah datangnya isla
Zainab akan hijrah dari mekkah ke madina: mereka terpisah, Ruqayyah dan ummu
kulstum dikawinkan dengan ‘utbah dan ‘utaibah anak-anak Abu lahab, pamannya.
Kedua anaknya inipun ketika masuknya islam juga terpisah dari suaminya yang
kemudian berturut-turut menjadi isteri Usman, ketika itu Fatimah masih
kanak-kanak dan perkawinannya baru berlangsung setelah masa kenabian Muhammad
SAW.
Kecenderungan
Muhammad menyendiri
Sudah menjadi
kebiasaan orang-orang arab masa itu bahwa golongan orang-orang yang suka
berpikir mereka akan menjaukan diri dari keramaian orang selama beberapa tahun
lamanya, baik itu untuk berkhalwat untuk mendekatkan diri pada Tuhan-Tuhan
mereka maupun berdoa mengharapkan rezeki dan pengetahuan. Nah, pengasingan diri
seperti ini biasanya mereka sebut dengan Tahannuf dan Thannuth. Namun, lebih
daripada itu sang Muhammad ketika dalam pertapaannnya bukan hanya mendapatkan
ketenangan diri tapi juga ia ingin mencapai ma’rifat serta mengetahui alam
semesta tentang penciptaannya.
Selama 40
tahun sudah sang Muhammad selalu menyempatkan diri untuk menyendiri di Gua hira
hanya dengan perbekalan yang seadanya tak membuat ia putus asa. Dengan
ketekunan menanyakan sesuatu dalam Tahanutnya iapun hingga lupa makan serta minum.
Setiap bulan Ramadhan tiba itulah masanya ia mulai mempersiapkan diri untuk
melanjutkan pertanyaan-pertanyan yang berkecamuk didalam hatinya. Hingga pada
suatu hari mendapatkan sebuah mimpi hingga 6 bulan hingga sampailah pada antara
mimpi dan tidak hinggga akhirnya beliau berjumpa dengan malaikat jibril yang
pertama kalinya.
Jibril Turun
Membawa Wahyu
Tatkala
usia Nabi genap empat puluh tahun, yaitu usia kematangan seseorang atau ada
ulama yang mengatakan bahwa usia inilah para rasul diutus, tanda-tanda kenabian
mulai tampak pada kehidupan beliau.
Akhirnya
pada bulan Ramadhan pada tahun ketiga dari pengasingan di Gua Hira, Allah swt
berkehendak untuk menganugerahkan rahmatNya kepada penghuni bumi, memuliakan
beliau dengan nubuwah dan menurunkan jibril kepada beliau dengan membawa
ayat-ayat al-Qur’an. Menurut beberapa buku sirah Nabawiyah ketepatan turunnya
wahyu pertama, yaitu pada hari senin, malam tanggal 21 Ramadhan bertepatan
dengan tanggal 10 Agustus tahun 610 M. Tepatnya beliau saat itu sudah berusia
40 tahun, 6 bulan, 12 hari menurut kalender Hijriyah dan sekitar 39 tahun, 3
bulan, 20 hari berdasarkan kalender masehi.[4]
Penjelasan
yang lebih rinci mengenai kronologis turunnya wahyu pertama kepada Nabi
Muhammad saw, kita bisa merujuk kepada hadist Aisyah ash Shiddiqah r.a.
Aisyah r.a. berkata, “ Awal
permulaan wahyu yang datang kepada rasulullah saw ialah berupa mimpi yang
hakiki di dalam tidur beliau. Beliau tidak melihat sesuatu di dalam mimpinya
itu melainkan seperti fajar menyingsing. Setelah kejadian itu beliau suka
berkhalwat di gua hira dan ber-tahannuts (beribadah) di sana pada malam-malam
hari sebelum pulang ke keluarga dan mengambil bekal. Beliau menemui khadijah
r.a. lalu mengambil bekal seperti biasa, hingga datanglah kebenaran (al-haq)
ketika beliau sedang berada di Gua Hira.
Hingga
pada suatu ketika, malaikat jibril mendatangi beliau, Rasulullah saw. Lalu
bersabda,”Malaikat jibril berkata kepadaku, “Bacalah!” beliau menjawab “aku
tidak bisa membaca”. Sampai tiga kali beliau seperti itu, baru yang terakhir
jibril memegangi dan merangkul lalu melepaskannya sembari berkata, (Q.S
al-‘Alaq: 1-5)
Rasulullah
lalu pulang dengan mengigil da hati bergetar, menemui khadijah binti khualid.
Beliau berkata, “selimutilah aku! Selimutilah aku!” beliau pun diselimuti
hingga rasa takutnya hilang. Beliau ketakutan sekali kemudian khadijah
menenangkannya.
Selanjutnya
khadijah membawa Rasulullah menemui waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul Uzza,
anak paman khadijah. Waraqah adalah seorang nasrani semasa jahiliyah.
Waraqahlah yang mengatakan bahwa Nabi telah membawa ajaran baru, yaitu ajaran
Tuhan Yang Maha Esa. Dimana ajarannya ini akan dimusuhi oleh orang Arab dan
beliau akan diusir.[5]
Wahyu
mengalami Vakum
Menurut beberapa keterangan yang
sampai kepada kita, wahyu yang sampai kepada Nabi sempat vakum tiga tahun. Pada
masa vakum ini nabi mengalami kegundahan dan kesedihan. Dalam kitab at-Ta’bir
Imam al-Bukhari meriwayatkan naskah sebagai berikut,
“berdasarkan
informasi yang sampai kepada kami, wahyu pun mengalami masa vakum sehingga
membuat nabi sedih dan berulang kali berlari kencang agar dapat terjerambab
dari puncak gunung, tetapi setiap kali beliau mencapai gunung untuk
menjatuhhkan dirinya, malaikat jibril menampakkan wujudnya seraya
berkata,’Wahai Muhammad, sesungguhnya engkau adalah benar-benar utusan Allah!’
kemudian hati beliau mulai tenang dan jiwanya pun tenteram. Lalu beliau
kembali. Jika kevakuman itu terus berlanjut beliau pun mengulangi tindakan yang
sama. Ketika sampai puncak di puncak gunung, tiba-tiba tampaklah Jibril a.s.
dan berkata seperti sebelumnya.[6]
Ibnu Hajar
menuturkan, danya masa vakum wahyu itu bertujuan untuk menhilangkan ketakutan
yang dialami oleh rasulullah saw. Dan membuatnya penasaran untuk mengalaminya
kembali. Ketika hal itu benar-benar terjadi pada beliau, dan beliau mulai
menanti-nanti datangnya wahyu, datanglah malaikat Jibril a.s. untuk kedua
kalinya.
BAB III
KESIMPULAN
Dua puluh
tahun sebelum kerasulan Muhammad, terjadi peristiwa Hilful Fudhul yaitu persekutuan
fudhul yang dibentuk untuk mencegah tindakan sementara kaum Quraisy yang saling
berbuat zalim di Al-Haram (Ka’bah dan Areal Sekitarnya). Terbentuknya Hilful
fudhul dipelopori oleh Abdullah bin Jid’an dan az Zubair bin Abdul Muthallib. Dua
seorang lelaki tiba di mekah di bulan zulkaidah dengan membawa barang. Barang
itu lalu dibeli Ash bin Wa’il, tapi ia tidak membayar menurut harga yang sudah
disepakati. Ia lalu mengeluh keras-keras serta membacakan sajak yang menggugah
orang yang punya rasa harga diri. Zubair bin Abd al-Muthalib bengkit beserta
beberapa orang lain-nya. Mereka berkumpul di rumah ‘Abdullah bin Jad’an dan
membuat perjanjian serta berikrar secara
khidmat untuk memelihara persatuan dan bila mungkin menekan penindas untuk
memulihkan hak-hak orang tertindas. Ketika upacara selesai mereka pergi kepada Ash bin Wa’il dan
mengambil kembali barang yang dibelinya tanpa membayar itu, lalu
mengembalikannya kepada si pemilik.
Pada masa
remaja rasulullah, ia tidak memiliki pekerjaan tetap. Menurut beberapa
keterangan ahli sejarah rasulullah bekerja sebagai pengembala kambing di
kalangan Bani Sa’ad dan juga di Mekah.
Tatkala
Nabi berusia 25 tahun, paman sekaligus pengasuhnya, Abu Thalib memperkenalkanya
kepada khadijah dan meminta khodijah untuk menunjuk Muhamad sebagai agenya
dalam salah satu kafilanya yang hendak pergi ke syam. Akhirnya Khadijah pun
menerima bahwa Muhammad sebagai agennya. Dan segeralah Muhammad berangkat ke
Syam bersama pembantu milik Khadijah yaitu Maysaroh. Sepulangnya Muhammad dari
Syam membawa hasil berdagang yang jauh melebihi yang diharapkan. Khadijah melihat Muhammad sangat amanah dalam mengelola
dagangnya. Selain itu budak lelaki Khadijah yaitu Maisaroh mengabarkan
kepadanya mengenai pembawaan Muhammad yang lembut, jujur, mempunyai sifat yang
mulia, ketajaman berpikir dan amanah. Kemudian khadijah selalu
melibatkan Muhammad dalam seluruh transaksi bisninsnya. Dan dari sanalah
pendahuluan dari pernikahan antara muhammad dan khadijah.
Kemudian mengutus sahabatnya yaitu Nafisah binti Munayyah untuk
memberitahukan kepada Muhammad bahwa ia bersedia menikah dengan Muhammad.
Ketika pesan itu telah disampaikan. Akhirnya Muhammad pun bersedia menikah
dengan Khadijah. Kemudian Khadijah meminta Muhammad untuk datang pada waktu
yang telah ditentukan dan Khadijah
meminta pamanya, Amr bin Asad, datang pada waktu yang sama untuk bertindak
sebagai wali dalam pernikahanya.
Pada waktu
yang telah ditentukan semua pihak datang ke rumah Khadijah. Abu Thalib hadir
mengantar putra asuhannya, Muhammad dan sekaligus menjadi seorang saksi dalam
pernikahan tersebut. Pada waktu itu khadijah menetapkan mas kawin berupa 12 ons
emas dan 20 ekor onta. Yang kemudian tersedia berkat kedermaanan pamanya abu
thalib.Akhirnya pernikahan berlangsung mulus dan tanpa kesulitan apapun.
Sejak
lama orang Quraisy telah mengenal baik
Muhammad sebagai orang yang tak pernah berdusta, luhur budi pekertinya. Lembut
tutur bahasa dan perilakunya. Semua kabilah menghormati dan menaruh kepercayaan
kepadanya. Beliau adalah orang yang bergaul dengan siapapun dan selalu ikut
berpartisipasi dalam masyarakat.
Pada waktu itu
masyarakat Quraisy sedang sibuk dengan perenovasian akibat banjir besar yang
menimpa dan meretakkan dinding-dinding Ka’bah yang memaang sudah rapuh. Tetapi mereka takut
jika hal tersebut tidak direstui oleh dewa penjaga Ka’bah akan murka dan
menimpakan bencana kepada mereka. Namun di
tengah-tengah kejadian seperti itu. Sebuah peristiwa kebetulan terjadi. Bahwa
sebuah kapal milik orang romawi yang bernama Baqum terdampar di pantai Hijaz,
dekat Jeddah. Mendengar hal
tersebut Al-Walid bin Al-Mughiroh berpikir alangkah baiknya jika kepingan
kayu-kayu tersebut kita beli untuk memperbaiki Ka’bah. Kemudian
Al-Walid bin Al-Mughiroh bersama dengan orang-orang Quraisy pergi Jeddah untuk
menemui Baqum. Akhirnya terjadilah kesepakatan antara Al-Mughiroh dengan Baqum
dalam membantu memperbaiki bangunan Ka’bah.
Ketika akan bekerja untuk membongkar Ka’bah tidak ada
seorang pun yang tampil untuk memperbaikinya. Akhirnya Al-Mughirohlah orang
yang pertama memelopori meskipun ia juga agak ketakutan. Mereka
membiarkan Al-Mughiroh berkerja sendirian. Keesokan pagi harinya tidak terjadi
apa-apa. Akhirnya mereka percaya bahwa dewa-dewa berhala mereka telah merestui
perombakan tersebut dan akhirnya mereka berani untuk membongkar Ka’bah. Dalam
kegiatan tersebut Muhammad turut serta mengangkat batu.
Setelah tembok-tembok bangunan Ka’bah sudah
diperbaiki dan ditinggikan hingga dua meter. Tibalah saatnya untuk pengembalian
Hajar Aswad pada tempat semula di sudut timur. Timbullah perselisihan di
kalangan Quraisy siapa yang seharusnya meletakkan batu itu di tempatnya. Karna
perselisihan makin memuncak hingga terjadilah perang saudara. Akhirnya Banu
‘Abdud Dar dan Banu Adi sepakat tak akan membiarkan Kabilah manapun ikut capur
dalam kehormatan yang besar ini. Kemudian keluarga Abu Dar membawa wadah berisi
darah untuk mengikrarkansumpah bersam sambil memasukkan tangan ke dalam wadah tersebut. Karnanya sumpah itu
dikenal dengan “la’aqat ad-Dam” yakni lumuran darah.
Abu Umayyah
bin Al-Mughiroh Al-Makhzumy orang yang tertua di antara mereka, dihormati dan
ditaati nasihat-nasihatnya mengusulkan agar mereka menyerahkan kasus mereka
pada orang yang pertama masuk Ka’bah melalui pintu Shafa. Akhirnya usul
tersebut diterima oleh mereka.
Tak lama
kemudian mereka melihat Muhammad merupakan orang pertama yang masuk melalui
pintu Shafa. Mereka bersorak gembira seraya berkata “Hai Muhammad Al-Amin, kami
terima keputusan anda!”. Kepada beliau menceritakan duduk perkaranya. Setelah
mendengarkan dan berpikir sejenak kemudian beliau berkata “bawakanlah kain
kepadaku”. Setelah kain dibawakan lalu kain tersebut dihamparkan di atas tanah
oleh beliau. Kemudian beliau mengambil batu Hajar Aswad dengan tangannya
sendiri dan diletakkan di atas kain tersebut. Kemudian beliau berkata
“hendaklah pemimpin masing-masing Kabilah memegang ujung kain ini”. Mereka bersama-sama mengangkat kain yang
berisi batu tersebut ke tempat di mana batu tersebut hendak diletakkan dan
setelah itu Muhammadlah yang mengeluarkan batu tersebut dari kain dan
meletakkanya ke tempat semula. Dengan demikian berakhirlah perselisihan di
antara mereka.
Dalam pernikahan
Muhammad SAW dengan Khadijah binti Khuwilid mereka dikarunia dua orang putra
dan empat putri yaitu Al-qasim dan Abdullah yang dijuluki at-thahir dan
at-thayib, serta putri-putrinya seperti zainab, ruqayyah, ummu kultsum dan
fatimah. Namun Al-Qasim dan Abdullah
mereka meninggal sewaktu kecil.
Terhadap
anak-anaknya yang putri beliau memberikan perhatian dengan mengawinkan mereka
kepada yang dianggap memenuhi syarat. Zainab yang sulung dikawinkan dengan Abu
ash bin Rabbi’ bin Abd Syams-ibunya masih brsaudara dengan khadijah.
Sedangkan Ruqayyah dan Ummu Kultsum
dikawinkan dengan ‘Utbah dan ‘Utaibah anak-anak Abu Lahab, pamannya. Kedua
anaknya inipun ketika masuknya islam juga terpisah dari suaminya yang kemudian
berturut-turut menjadi isteri Usman, ketika itu Fatimah masih kanak-kanak dan
perkawinannya baru berlangsung setelah masa kenabian Muhammad SAW.
Kemudian selama
40 tahun Sang Muhammad menyendiri di Gua hira hanya dengan perbekalan yang
seadanya tak membuat ia putus asa. Dengan ketekunan menanyakan sesuatu dalam
Tahanutnya iapun hingga lupa makan serta minum. Setiap bulan Ramadhan tiba
itulah masanya ia mulai mempersiapkan diri untuk melanjutkan pertanyaan-pertanyan
yang berkecamuk di dalam hatinya. Hingga
pada suatu hari mendapatkan sebuah mimpi hingga 6 bulan hingga sampailah pada
antara mimpi dan tidak hinggga akhirnya beliau berjumpa dengan malaikat jibril
yang pertama kalinya.
Tatkala usia Nabi genap empat puluh
tahun, bahwa usia inilah para rasul diutus, tanda-tanda kenabian mulai tampak
pada kehidupan beliau.
Akhirnya pada bulan Ramadhan pada
tahun ketiga dari pengasingan di Gua Hira, jibril mendatangi beliau dengan
membawa ayat-ayat al-Qur’an. Menurut beberapa buku sirah Nabawiyah ketepatan
turunnya wahyu pertama, yaitu pada hari senin, malam tanggal 21 Ramadhan
bertepatan dengan tanggal 10 Agustus tahun 610 M. Tepatnya beliau saat itu
sudah berusia 40 tahun, 6 bulan, 12 hari menurut kalender Hijriyah dan sekitar
39 tahun, 3 bulan, 20 hari berdasarkan kalender masehi.[7]
Dalam hadits menjelaskan Aisyah
r.a. berkata, “ Awal permulaan wahyu yang datang kepada rasulullah saw ialah
berupa mimpi yang hakiki di dalam tidur beliau. Beliau tidak melihat sesuatu di
dalam mimpinya itu melainkan seperti fajar menyingsing. Setelah kejadian itu
beliau suka berkhalwat di gua hira dan ber-tahannuts (beribadah) di sana pada
malam-malam hari sebelum pulang ke keluarga dan mengambil bekal. Beliau menemui
khadijah r.a. lalu mengambil bekal seperti biasa, hingga datanglah kebenaran
(al-haq) ketika beliau sedang berada di Gua Hira.
Hingga
pada suatu ketika, malaikat jibril mendatangi beliau, Rasulullah saw. Lalu
bersabda,”Malaikat jibril berkata kepadaku, “Bacalah!” beliau menjawab “aku
tidak bisa membaca”. Sampai tiga kali beliau seperti itu, baru yang terakhir
jibril memegangi dan merangkul lalu melepaskannya sembari berkata, (Q.S
al-‘Alaq: 1-5)
Rasulullah
lalu pulang dengan mengigil da hati bergetar, menemui khadijah binti khualid.
Beliau berkata, “selimutilah aku! Selimutilah aku!” beliau pun diselimuti
hingga rasa takutnya hilang. Beliau ketakutan sekali kemudian khadijah
menenangkannya.
Selanjutnya
khadijah membawa Rasulullah menemui Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul Uzza,
anak paman khadijah. Waraqah adalah seorang nasrani semasa jahiliyah.
Waraqahlah yang mengatakan bahwa Nabi telah membawa ajaran baru, yaitu ajaran
Tuhan Yang Maha Esa. Dimana ajarannya ini akan dimusuhi oleh orang Arab dan
beliau akan diusir.[8]
Menurut beberapa keterangan yang
sampai kepada kita, wahyu yang sampai kepada Nabi sempat vakum tiga tahun. Pada
masa vakum ini nabi mengalami kegundahan dan kesedihan. wahyu pun mengalami
masa vakum sehingga membuat nabi sedih dan berulang kali berlari kencang agar
dapat terjerambab dari puncak gunung, tetapi setiap kali beliau mencapai gunung
untuk menjatuhhkan dirinya, malaikat jibril menampakkan wujudnya seraya
berkata,’Wahai Muhammad, sesungguhnya engkau adalah benar-benar utusan Allah!’
kemudian hati beliau mulai tenang dan jiwanya pun tenteram. Ibnu Hajar
menuturkan, danya masa vakum wahyu itu bertujuan untuk menhilangkan ketakutan
yang dialami oleh rasulullah saw.
DAFTAR PUSTAKA
Haekal,Muhammad
Husain.Sejarah Hidup Muhamma., 2005, Jakarta: Litera Antar
Lings,
Martin.Rosulullah Muhammad.2002 Jakarta. Serambi
Al-Husaini,Al-Hamid.
Membangun Peradaban Sejarah Muhammad
Sejak Sebelum Diutus Menjadi Nabi. 2002,Jakarta.Pustaka Hidayah
Shafiyurrahman,al-Mubarakfuri.Sirah
Nabawiyah.2003.Jakarta: Gema Insani.
[1]
M.H.H. Al-Hamid Al-Husaini, Membangun Peradaban,(Bandung: Pustaka Hidayah,
2000)hal. 219
[2]
Ja’far Subhani, Ar-Risalah,diterjemahkan oleh M Hasyim dan Meth
Kieraha(Jakarta: Lentera, 2002)hal. 123
[3]
Abul Hasan ‘Ali al-Hasani an-Nadwi, Sejarah Lengkap Nabi Muhammad
Saw,(Yogyakarta: Mardhiyah Press, 2005)hal. 111
[4]
Shafiyurrahman al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah(Jakarta: Gema Insani,2013)hal.39
[5]
Shafiyurrahman al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah(Jakarta: Gema Insani,2013)hal.40
[6]
Shafiyurrahman al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah(Jakarta: Gema Insani,2013)hal.41
[7]
Shafiyurrahman al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah(Jakarta: Gema Insani,2013)hal.39
[8]
Shafiyurrahman al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah(Jakarta: Gema Insani,2013)hal.40
0 komentar:
Posting Komentar